Beirut – Situasi terkini di Lebanon sangat mengkhawatirkan dengan eskalasi konflik antara Hizbullah dan Israel. Sejak awal Oktober 2024, Israel telah melancarkan invasi darat ke Lebanon selatan, memperburuk situasi yang telah tegang sejak konflik dengan Hamas di Gaza pada 2023.
Konflik ini menyebabkan lebih dari 1.800 korban jiwa dan ribuan cedera, termasuk di kalangan warga sipil dan pekerja kemanusiaan. Infrastruktur penting hancur, dan lebih dari 346.000 orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Sekitar 175.000 orang, baik warga Lebanon maupun pengungsi Suriah, telah melarikan diri ke Suriah.
Selain itu, serangan balasan dari Hizbullah terus berlanjut dengan penembakan roket ke Israel, sementara Israel merespons dengan serangan udara dan pengeboman yang menargetkan posisi Hizbullah di berbagai wilayah Lebanon, termasuk Beirut.
Organisasi internasional, termasuk PBB dan IOM, telah menyerukan gencatan senjata segera untuk mencegah bencana kemanusiaan lebih lanjut. Namun, sejauh ini, konflik terus memanas dengan dampak besar pada warga sipil di kedua negara.
Situasi ini semakin diperburuk oleh ketegangan antara Israel dan Iran, yang juga terlibat dalam konflik melalui serangan rudal. Upaya diplomatik internasional sedang berlangsung, tetapi prospek perdamaian masih belum jelas. Banyak pihak khawatir konflik ini akan meluas menjadi perang regional yang lebih besar.
Sumber daya kemanusiaan sedang disalurkan, namun krisis ini memerlukan dukungan internasional yang lebih kuat untuk membantu ratusan ribu orang yang terkena dampak di Lebanon​.
Setelah kematian Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, pada akhir September 2024 akibat serangan udara Israel, situasi di Lebanon semakin memburuk. Kematian Nasrallah menjadi titik penting dalam eskalasi konflik antara Hizbullah dan Israel, yang telah berlangsung sejak 2023 dan semakin memanas pada 2024.
Dengan kematian Nasrallah, Hizbullah mengalami kekacauan dalam kepemimpinan. Namun, kelompok tersebut tetap melanjutkan serangan terhadap Israel, meski dengan koordinasi yang lebih terfragmentasi. Israel, pada gilirannya, meningkatkan operasinya di Lebanon selatan, yang berujung pada invasi darat pada Oktober 2024.
Kematian Nasrallah tidak hanya mengguncang Hizbullah, tetapi juga memperburuk situasi politik internal di Lebanon. Banyak faksi politik di negara tersebut saling bersaing untuk mengambil kendali di tengah krisis, dan ini mempengaruhi stabilitas lebih luas di wilayah itu.
Lebih dari 1.000 orang tewas dalam waktu singkat setelah kematian Nasrallah, termasuk warga sipil, karena intensifikasi serangan udara dan pengeboman yang dilakukan Israel di berbagai wilayah Lebanon.
Rudal Iran ke Israel
Pada awal Oktober 2024, Iran melancarkan serangan besar dengan meluncurkan hampir 200 rudal balistik yang menargetkan Israel. Serangan ini merupakan eskalasi serius dalam konflik yang sudah berlangsung lama antara kedua negara.
Iran menyatakan bahwa serangan tersebut adalah tindakan balasan terhadap pembunuhan tokoh-tokoh penting mereka oleh Israel, termasuk pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, dan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh.
Meskipun sebagian besar rudal Iran berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara Israel, beberapa berhasil mengenai target di sekitar pangkalan udara Nevatim dan Tel Nof serta beberapa wilayah pemukiman.
Serangan ini menyebabkan kerusakan pada infrastruktur militer Israel, meskipun tidak menimbulkan korban jiwa yang signifikan di pihak Israel.
Israel pun bersiap untuk membalas serangan ini dengan pernyataan keras dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang menjanjikan respons tegas terhadap Iran.
Situasi ini juga melibatkan kekhawatiran dari komunitas internasional, terutama Amerika Serikat yang secara aktif mendukung Israel dengan menembakkan rudal pencegat dari kapal-kapal militernya di Laut Tengah untuk membantu menghalau serangan Iran.
Eskalasi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa konflik ini dapat berkembang menjadi perang regional yang lebih luas, melibatkan negara-negara lain di kawasan tersebut.
Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Iran, dalam pidatonya pada Oktober 2024 menyampaikan pesan yang kuat terhadap Israel, terutama di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan.
Dalam pesannya, Khamenei menyebut Israel sebagai “rezim penjajah” dan “anjing rabies” yang bertanggung jawab atas kekejaman terhadap rakyat Palestina. Dia menegaskan bahwa serangan rudal Iran terhadap Israel adalah “hukuman minimum” atas tindakan keji yang dilakukan oleh Israel.
Khamenei menekankan bahwa perlawanan di wilayah tersebut, termasuk oleh kelompok-kelompok seperti Hamas dan Hizbullah, adalah tindakan yang sah dan logis, terutama setelah serangan Israel yang menewaskan para pemimpin perlawanan seperti Hassan Nasrallah dan Ismail Haniyeh.
Dia juga menyerukan persatuan di antara negara-negara Muslim untuk melawan musuh bersama, yaitu Israel, dan menyatakan bahwa Iran serta sekutu-sekutunya dalam “Poros Perlawanan” tidak akan mundur meskipun pemimpin mereka telah dibunuh​.
Khamenei menegaskan bahwa Israel hanya dapat bertahan karena dukungan Amerika Serikat, dan menyatakan bahwa rezim Zionis tidak akan bertahan lama. Pesannya mengundang Muslim di seluruh dunia, dari Afghanistan hingga Gaza, untuk bersatu melawan Israel dan kekuatan-kekuatan yang mendukungnya.
Profil Pemimpin Hamas, Ismail Haniyah yang dibunuh Israel di Iran