CSIS: Apa arti gugurnya Yahya Sinwar?

Yahya Sinwar
Pemimpin Hamas Yahya Sinwar. (indonesia24/ist)

Oleh: Jon B. Alterman
Direktur Program Timur Tengah di Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington, DC

Washington – Pemerintah Israel hari ini mengumumkan bahwa tentaranya telah membunuh pemimpin Hamas Yahya Sinwar dalam baku tembak di Gaza selatan.

Sinwar telah memimpin Hamas di Gaza sejak 2017, dan ia terpilih sebagai ketua biro politik Hamas pada Agustus 2024.

Sinwar adalah orang yang paling lantang dan keras menyuarakan bahwa orang Palestina terlalu lunak terhadap Israel.

Ia adalah dalang serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel, dan ia diduga telah bersembunyi di terowongan bawah tanah sejak serangan 7 Oktober 2023.

Pertanyaan pertama: Apakah gugurnya Yahya Sinwar berarti perang di Gaza berakhir?

Jawaban: Perang di Gaza belum berakhir, tetapi telah memasuki fase baru. Hamas akan terpecah sebagai kekuatan tempur, dan beberapa kelompok di dalam Hamas kemungkinan ingin meningkatkan perlawanan secara signifikan.

Sementara kelompok yang lain di dalam Hamas mungkin berusaha mempertahankan pilihan untuk masa depan.

Demi alasan keamanan, Yahya Sinwar tidak mengarahkan operasi harian, jadi kita tidak boleh berharap kemampuan atau kapasitas Hamas akan cepat menurun. Sinwar sangat menentang kompromi, jadi gugurnya Sinwar membuat penyelesaian perang memiliki peluang yang lebih besar.

Pada saat yang sama, tidak adanya satu pun pemimpin Hamas yang kredibel akan sulit untuk mendorong beberapa bagian organisasi menuju gencatan senjata.

Secara keseluruhan, tingkat pertempuran melawan Israel kemungkinan akan berkurang dalam beberapa hari mendatang. Namun, kita mungkin akan melihat semacam perebutan kepemimpinan dalam Hamas. Itu dapat memicu konflik internal di dalam Hamas untuk sementara waktu, dan mengakhiri perang di Gaza secara menyeluruh kemungkinan masih jauh.

Pertanyaan kedua: Apa yang akan terjadi dengan para sandera?

Jawaban: Menurut pemahaman kami, Hamas tidak mengendalikan semua sandera, dan bahkan berbagai kelompok dalam Hamas yang menyandera mungkin mengambil pendekatan yang berbeda terhadap tawanan mereka.

Ada beberapa kemungkinan yang di lakukan beberapa kelompok di dalam Hamas terkait sandera. Pertama, mengeksekusi sandera sebagai pembalasan atas gugurnya Yahya Sinwar. Kedua, berusaha menukar kebebasan sandera dengan kebebasan. Ketiga, meninggalkan sandera begitu saja karena takut akan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Upaya negosiasi sebelumnya didasarkan pada gagasan bahwa Yahya Sinwar memiliki hubungan dengan sebagian besar orang yang menyandera, dan ia dapat membentuk tindakan mereka.

Gambarannya jauh lebih suram sekarang, dan kita mungkin akan melihat beragam hasil. Kita tidak tahu berapa banyak sandera yang masih hidup saat ini; beberapa kemungkinan akan dibebaskan, dan yang lainnya akan dibunuh dalam beberapa hari mendatang.

Pertanyaan ketiga: Seperti apa masa depan Gaza?

Jawaban: Pertanyaan tentang masa depan Gaza ini menjadi lebih mendesak, tetapi jawabannya belum menjadi lebih jelas.

Kematian Yahya Sinwar penting bagi orang Israel yang ingin memastikan bahwa Hamas tidak bangkit kembali di Gaza. Karena banyak orang Palestina menganggap Yahya Sinwar sebagai tokoh karismatik dengan kredibilitas, kematiannya melemahkan kendali Hamas atas penduduk Gaza.

Pada saat yang sama, Israel tampaknya belum cukup memikirkan cara untuk beralih dari pendudukan militer di Gaza.

Israel terus mengutarakan tujuan ambisiusnya untuk Gaza yang tidak dikuasai Hamas, tetapi tidak ada jalan yang jelas untuk mencapainya. Israel telah menolak banyak usulan yang melibatkan peran Otoritas Nasional Palestina untuk memimpin upaya pemerintahan.

Selama beberapa minggu mendatang, sejumlah aktor internasional—termasuk Amerika Serikat, Eropa, dan negara-negara Arab—kemungkinan akan mendorong Israel untuk bergerak maju lebih cepat dalam upaya ini.

Pertanyaan keempat: Bagaimana masa depan Hamas?

Jawaban: Hamas tetap menarik bagi warga Palestina, yang putus asa dengan berakhirnya peran Israel di Gaza dan Tepi Barat melalui negosiasi.

Pembunuhan Israel terhadap para pemimpin Hamas sebelumnya tidak meredam daya tarik itu, dan kematian Yahya Sinwar juga tidak mungkin meredam ketertarikan warga Palestina terhadap Hamas.

Namun, semakin banyak warga Gaza yang tampaknya menyalahkan Hamas dan Yahya Sinwar karena membuat hidup mereka berantakan, dan tidak memberikan jalan positif ke depan.

Dalam beberapa bulan ke depan, kita mungkin akan melihat upaya untuk menciptakan semacam mekanisme pemerintahan Palestina yang nasional, nonpartisan, dan teknokratis yang akan mencakup orang-orang yang bersimpati terhadap Hamas bersama dengan banyak orang lainnya.

Apakah ini meletakkan dasar bagi kebangkitan Hamas atau melemahkan Hamas ke titik di mana ia tidak lagi mengancam, masih belum jelas bagi semua orang.

Israel memiliki beberapa agen di Gaza, tetapi tidak memiliki kendali. Satu ketidakpastian besar adalah bahwa banyak aktor asing yang ingin membantu membangun pemerintahan non-Hamas di Gaza sebagai jalan menuju negara Palestina yang berdaulat dan merdeka.

Hal itu merupakan kutukan bagi banyak orang dalam koalisi yang berkuasa di bawah Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu.

Pertanyaan kelima: Bagaimana dampak politik Israel atas gugurnya Yahya Sinwar?

Jawaban: Dalam jangka pendek, wafatnya Sinwar merupakan kemenangan besar bagi Netanyahu.
Kemenangan itu sebagai pernyataan bagi orang-orang yang berpendapat bahwa ia seharusnya melakukan perjanjian pembebasan sandera dan gencatan senjata dengan Yahya Sinwar selama musim panas.

Wafatnya Sinwar dapat membuat Israel menghentikan operasi militernya. Namun, perhatian terhadap keselamatan para sandera akan segera muncul sebagai masalah yang menjadi perhatian besar publik Israel.

Koalisi pemerintahan Netanyahu kemungkinan akan kesulitan untuk menyetujui langkah selanjutnya.

Banyak yang mengira karier politik Netanyahu telah berakhir beberapa bulan lalu. Ia telah bangkit secara politik, dan pembunuhan Sinwar kini akan dianggap sebagai kemenangan terbesar Netanyahu.

*Tulisan ini dibuat oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS), sebuah lembaga swasta bebas pajak yang berfokus pada isu-isu kebijakan publik internasional.

*Jon B. Alterman adalah wakil presiden senior, menjabat sebagai Ketua Zbigniew Brzezinski di bidang Keamanan Global dan Geostrategi, dan direktur Program Timur Tengah di Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington, DC

 

Presiden AS: uji DNA pastikan Yahya Sinwar gugur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *