Jakarta – Kasus langka menimpa bayi berusia 19 bulan, Deneen Auni Riksi. Ia dinyatakan mengidap kanker ovarium stadium 3, pada Rabu (9/10).
Gejala awalnya selama berbulan-bulan, bayi di Malaysia tersebut kerap menangis dan sembelit tidak kunjung pulih. Media lokal setempat, Sinar Harian melaporkan Daneen saat ini masih dalam perawatan medis di Rumah Sakit Wanita dan Anak-anak Sabah.
Tim medis akan mulai melakukan kemoterapi pada Daneen. Ibunya, Fallarystia Sintom (25) mengaku terkejut saat mendapati anaknya terkena kanker ovarium lanjut, di usia masih sangat muda.
“Saya tidak pernah menduganya karena kanker ovarium biasanya terjadi pada wanita berusia 40 tahun ke atas atau mereka yang sudah mulai menstruasi,” katanya.
“Dokter masih mempelajari kasus putri saya karena sangat langka. Ketika kami diberi tahu, saya sangat terpukul, terutama karena dia masih sangat muda dan ovarium kanannya sudah diangkat,” tambahnya
Gejala
Falarystia menjelaskan Daneen pertama kali mengeluhkan gejala pada Agustus ketika dia mengalami perut kembung dan sembelit.
“Dia tidak nyaman, dan karena dia belum bisa bicara, dia hanya menangis karena sakit di perutnya. Perutnya juga kembung, dan dia kesulitan bergerak. Dia menjadi kurang aktif, menolak berjalan, dan hanya ingin digendong,” katanya.
Keluarga awalnya mencari perawatan di Rumah Sakit Kota Marudu, tetapi dokter tidak dapat memastikan kondisinya.
“Suatu hari, tekanan darahnya turun drastis, dan dia langsung dirujuk ke HWKKS pada 28 September. Saat itulah mereka menemukan tumor dan perdarahan dalam.”
“Untuk mengangkat tumor 13,50 cm, dia harus menjalani operasi segera. Setelah operasi Rabu lalu, dokter memastikan bahwa dia mengidap kanker ovarium,” kata Fallarystia
Perkembangan terbaru
Mengenai prospek pemulihan Daneen, dia mengatakan dia menaruh harapannya pada Tuhan dan upaya rumah sakit.
“Untuk saat ini, dia dalam tahap pemulihan setelah operasi. Setelah pulih, dia akan memulai kemoterapi. Dokter telah meyakinkan saya bahwa ada perawatan untuk kondisinya, dan selama ada obat, ada harapan. Pada saat yang sama, saya berdoa untuk kesembuhannya,” tambahnya.
Falarystia juga menyebutkan kesulitan yang dihadapinya saat bepergian ke rumah sakit, karena mereka tidak memiliki kendaraan dan suaminya bekerja di Stasiun Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kudat.
“Di Kota Marudu, kami tinggal di Kampung Mangin, yang berjarak 15 kilometer, dan suami saya bekerja di Kudat. Setiap kali kami harus pergi ke rumah sakit, kami tinggal di rumah mertua saya di Pekan Goshen untuk memudahkan perjalanan. Namun, sejak dia dirawat di HWKKS di Kota Kinabalu, perjalanan pulang pergi menjadi lebih sulit.”
Suaminya, Riksi Tahir, 25 tahun, seorang petugas pemadam kebakaran di Stasiun Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kudat, mengakui bahwa mereka berjuang dengan beban keuangan biaya medis.
“Sejauh ini, rumah sakit belum memberikan perkiraan biaya untuk operasi dan kemoterapi. Saya bekerja di Kudat dan tidak bisa selalu menjenguk istri dan anak perempuan saya di rumah sakit di Kota Kinabalu,” katanya.
Mengingat situasi mereka, Riksi memohon sumbangan masyarakat untuk membantu menutupi biaya pengobatan anak perempuan mereka.
“Kami berharap sumbangan ini dapat meringankan beban keuangan keluarga kecil kami,” katanya.
Kisah Juara Olimpiade Chris Hoy lawan kanker